PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK SEKOLAH DASAR MENURUT
PIAGET, VIGOTSKY DAN TEORI PEMEROSES INFORMASI
A. PENDAHULUAN
Teori Perkembangan Kognitif, adalah teori yang dikembangkan
oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya
memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti
kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan
operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini
membahas munculnya dan diperolehnya schemata - skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya - dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori
nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan
pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun
kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya
terhadap lingkungan.
Anak-anak usia sekolah
dasar memiliki karakteristik yang sangat unik dan berbeda-beda antar setiap
individunya. Anak usia sekolah dasar lebih senang bermain, senang bergerak,
senang bekerja kelompok dengan teman sebayanya, dan senang merasakan atau
melakukan sesuatu secara langsung.
Teori perkembangan anak
pada usia sekolah khususnya sekolah dasar dewasa ini kurang mendapatkan
perhatian secara profesional dalam membentuk karakteristik dan perkembangan
peserta didik sesuai dengan usia perkembangannya. Pengaruh perkembangan peserta
didik lebih didominasi oleh pengaruh-pengaruh dari lingkungan luar
(masyarakat).
Sejalan dengan itu,
teori perkembangan Vygotsky menekankan pentingnya pola sosiokultural dimana
individu menjadi salah satu unsurnya. Maksudnya, interaksi sosial memiliki
peranan yang sangat mendasar dalam perkembangan kognitif anak. Selain genetik dan lingkungan, perkembangan dipengaruhi
oleh campuran kekuatan sosial yang mengitari individu anak. Perubahan-perubahan
kualitatif yang terus terjadi di lingkungan dan pada diri individu anak
menghasilkan pencapaian perkembangan baru dan menandai titik tolak perkembangan
baru.
Asumsi yang mendasari teori ini
adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses
pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3)
pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)
perlakuan dan (8) umpan balik. Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif
tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan
kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan
bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu
yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar
tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui
beberapa indera.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana
suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan dan dimunculkan
kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan
sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh para pakar seperti Biehler
dan Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989).
Kompenen pemrosesan dipilih
menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta
proses terjadinya”lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah Sensory receptor,
Working memory dan Long tern memory.
Sedangkan proses control
diasumsikan sebgai strategi yang tersimpan didalam ingatan dan dapat
dipergunakan setiap saat di perlukan.
B.
MASALAH
Berdasarkan uraian pendahuluan di atas, makalah ini akan
menguraikan secara detail tentang Perkembangan kognitif Anak Usia Sekolah
Dasar menurut
piaget, Vigotsky dan teori pemeroses Informasi.
C. PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN
KOGNITIF ANAK SEKOLAH DASAR MENURUTPIAGET, VIGOTSKY DAN TEORI PEMEROSES
INFORMASI
1.
TEORI
PIAGET
a. Teori
perkembangan kongnitif menurut Piaget
Kemampuan kongnitif
sejalan dengan kemampuan sel-sel saraf otak. Teori ini dibangun berdasarkan
kombinasi sudut pandang psikologi yaitu aliran struktural dan aliran
konstruktif. Psikologi struktural yang mewarnai teori kongnitif piaget dapat
dikaji dari pandangannya tentang inteligensi yang berkembang melalui perkembangan kualitas struktur
kongnitif. Aliran konstruktif terlihat dari pandangan piaget ( 1974) yang
menyatakan bahwa anak membangun kemampuan kongnitifnya melalui interaksi dengan
dunia sekitarnya.
b.
Teori
belajar kongnitif
Perkembangan kongnitif individu meliputi empat tahapan yaitu: (1).
Sensor motorik (2) Pra oprasional, (3) oprasional kongkret (4) Oprasional
formal
Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahapan
perkembangan kongnitif peserta didik, hendaknya diberi kesempatan untuk
melakuakan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebayanya dan dibantu dengan pertanyaan dari gurunya yang bertujuan untuk
merangsang peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan hal-hal dari lingkungan.
c.
Prinsip-prinsip perkembangan kongnitif menurut Piaget
Perkembangan kongnitif
dilakukan melalui serangkaian proses, yaitu proses asimilasi, akomodasi, dan
equilibirium.
-
Proses asimilasi dan akomodasi. Proses
asimilasi berkaitan dengan proses penyerapan informasi baru ke dalam informasi
yang telah ada di dalam struktur kongnitif yang disebut schmata. Hasil proses asimilasi adalah
tanggapan informasi atau pengetahuan yang baru diterima.
Akomodasi
adalah kemampuan untuk menggunakan informasi atau pengetahuan yang telah ada
dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
-
Equilibirium terjadi pada saat mengalami
hambatan dalam melakukan akomodasi pengetahuan dan pengalamannya untuk
mengadaptasi lingkungan disekitarnya .
-
Bertitik tolak dari uraian yang telah
diberikan di bagian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa anak membangun
pengetahuan dalam rangka memahami lingkungannya dan menemukan hal-hal yang
baru.
-
Jenis-jenis pengetahuan
Piaget (1974)
menjelaskan jenis – jenis pengetahuan yang diperoleh anak dalam masa
pertumbuhan dan perkembangannya. Jenis-jenis pengetahuan tersebut meliputi (1)
pengetauhan tentang alam dan dunia sekitarnya, (2) pengetahuan yang berkaitan
dengan logika matematika, (3) penetahuan-prngetahuan sosial.
d.
Penerapan teori Piaget dalam pendidikan
dan pembelajaran
Bertitik tolak dari
uraian piaget tentang perkembangan kongnitif maka untuk penerapan teori tersebut di dalam pendidikan perlu
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
-
Lingkungan pendidikan sebaiknya
menyediakan berbagai kegiatan yang mendorong perkembangan kongnitif anak. Interaksi
anak dengan teman – teman sebayanya adalah perlu karena melalui kegiatan
bermain anak akan melakukan berbagai kegitan positif, seperti melakukan
eksplorasi, inquiri dan menemukan berbagai hal yang baru atau discovery. Semua
aktivitas tersebut memperkaya pengalaman empirik, logika – matematika dan
sosial anak.
-
Dalam proses pembelajaran guru perlu
mempertimbangkan strategi mengajar yang menghadapkan anak pada peristiwa yang
mengandung konflik ketidak pastian, sehingga anak akan memiliki kesadaran
terhadap konflik dan ketidak pastian sehingga proses asimilasi, akomodasi dan
equilibirium dapat terjadi
-
Guru yang menerapkan teori kongnitif di
dalam proses pembelajaran yang dibinanya perlu menganalisis proses belajar
berdasarkan tugas - tugas belajar yang
sesuai dengan tingkat perkembangan kongnitif anak sehingga anak dapat
berpartisipasi secara akatif di dalam proses belajar tersebut melalui berbagai
kegiatan eksplorasi, inquiri, dan discovery.
e.
Ide - ide Dasar Teori Piaget
Piaget telah menemukan beberapa konsep tentang
sifat-sifat perkembangan kognitif anak diantaranya :
1. Anak adalah pembelajaran yang aktif
2. Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari
pengalamannya
3. Anak mensesuaikan diri dengan lingkungan melalui
proses asimilasi dan akomodasi
4. Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan
kearah bentuk-bentuk kepemikiran yang lebih komplek.
Temuan Piaget yang lain tentang pemikiran perkembangan
pikiran anak-anak berkaitan dengan logika. Ia berpendapat bahwa logika mungkin
sangat relevan pada pikiran anak-anak misalnya ia menemukan anak-anak usia
kurang dari sebelas tahun kurang dapat menggunakan logika dalam pikirannya.
Menurut Piaget anak-anak pada masa kongkret
operasioanal telah mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak berhubungan
dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak (Johnson dan Medinus, 1974).
Hal ini adalah karna pada masa ini anak telah mengembangkan 3 macam proses yang
disebut dengan operasi-operasi, yaitu ;
a. Negasi (Negation)
b. Resiprokasi (Hubungan timbal balik)
c. Identitas
2. TEORI VYGOTSKY
a. Teori
perkembangan kongnitif menurut Vygotsky
Kongnitif berkembang
secara alamiah. Penelitian yang dilakukan vygotsky tentang perkembangan
kongnitif manusia dilakukannya dalam suasana yang memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada subjek penelitinya untuk melakukan berbagai kegiatan yang
dapat diobservasi.
Dalam melaksanakan
penelitiannya ia menerapkan tiga teknik (Vyotsky, 1978) yaitu Teknik pertama
yaitu memberi berbagai kendala pada subjek penelitinya yang dapat dipecahkan
dengan pemecahan masalah biasa. Misalnya meminta anak yang menguasai bahas
asing untuk menyelasaikan tugas kelompok dengan anak yang tidak menguasai bahas
asing.
Teknik kedua dilakukan
dengan memberikan alat yang dapat digunakan oleh anak untuk memecahkan
masalahnya. Dalam kondisi yang bervariasi anak-anak yang berbeda usianya
diharpkan dapat menggunakan alat tersebut dengan berbagai cara yang berbeda.
Teknik ketiga dilakukan
dengan jalan meminta anak untuk memecahkan masalah yang berbeda di luar
kemampuannya ( pengetahuan dan
keterampilan) dalam fase ini vigotsky menemukan bahwa pada fase ini anak mulai
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang baru dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya.
Berdasarkan penelitian
yang dilakukannya, vygotsky menyimpulkan bahwa dalam memodofikasi stimulus atau memodifikasi
situasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapinya dan hal ini, merupakan
bagian dari proses merespon masalah yang dihadapinya dalam rangka pemecahan
masalah.
b.
Perkembangan sosio-cultural.
Vygotsky memandang riwayat perkembangan
sosio-cultural individu berpengaruh pada perkembangan kongnitifnya. Individu
yang berkembang di lingkungan atau sosia – budaya yang kurang memfasilitasi
perkembangan kongnitifnya dari pada individu yang berada di dalam lingkungan
atau sosial-budaya yang memberikan kesempatan secara luas untuk
menumbuhkembangkan kemampuan kongnitifnya.
c.
Interaksi sosial
Vygotsky ( 1978)
mengemukakan bahwa perkembangan fungsi budaya pada anak terjadi dalam dua fase,
seperti berikut ini:
-
Interaksi sosial terjadi pada lingkungan
sosial di sekitar anak. Dalam hal ini, interaksi antara anak dengan orang –
orang yang berada disekitarnya. Yang disebutnya dengan istilah
interpssychological prosess.
-
Interaksi sosial terjadi dalam diri anak
yang disebutnya dengan intrapsychological prosess.
Kedua proses tersebut
di atas, melibatkan perhatian , berpikir logis, dan formasi konsep. Oleh sebab
itu, semua kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan interaksi antara pengalaman
aktual antara individu dengan lingkungannya.
-
Mediasi budaya dan internalisasi
Vygotsky mengemukakan
bahwa interaksi sosial yang berfungsi sebagai perantara budaya langsung dalam
komunikasi interpersonal antar anak dan orang dewasa atau teman sebayanya.
Melalui proses ini perkembangan mental tingkat tinggi berkembang sejalan dengan
perkembangan budaya di sekitar anak. Selanjutnya anak mengkonstruksi
pengetahuannya yang berkaitan dengan berbagai pengalaman interaksi sosial yang
dialaminya. Proses ini disebut vygotsky dengan istilah cultural mediation dan
proses mental yang terjadi didalamnya disebut dengan istilah internalization (
Berk, L & Winseler, 1995:24). In1ternalization
dapat dijelaskan sebagai pemahaman terhadap ‘knowing how” Misalnya, dengan kemampuan anak menuangkan air
kedalam gelas dengan hati-hati agar tidak tumpah adalah hasil dari pemahaman atau
proses internalisasi tentang perilaku yang harus dilakukan pada waktu
menuangkan air kedalam gelas. Perilaku ini merupakan hasil interaksi sosial
dengan orang – orang disekitarnya dan dalam hal ini terjadi mediasi kultural.
d.
Zonz of proxzimal development
Aspek kedua dari teori
vygotsky adalah bahwa perkembangan potensi kongnitif ditentukan oleh zonz of
proximal development atau ZPD vygotsky
mendefinisikan ZPD sebagai jarak antara kemampuan yang dikuasai yang tercermin
dari kemampuan dalam memecahkan masalahsecar mandiri dan kemampuan yang sedang
berkembang dan membutuhkan pertolongan melalui interaksi sosial, yang dapat
dilihat dari kemampuan anak dalam memecahkan masalah dengan bantuan orang
dewasa atau teman sebaya yang telah memiliki kemampuan tersebut ( Vygotsky,
1978 : 86).
3.
Teori Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesan informasi adalah
teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan
pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini
menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat
dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi
belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak
melalui beberapa indera.
Komponen pertama dari sistem
memori yang dijumpai oleh informasi yang masuk adalah registrasi penginderaan.
Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari indera dan
menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila
tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam register
penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.
Keberadaan register penginderaan
mempunyai dua implikasi penting dalam pendidikan. Pertama, orang harus menaruh
perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua,
seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam
waktu singkat masuk ke dalam kesadaran, (Slavin, 2000: 176).
Interpretasi seseorang terhadap
rangsangan dikatakan sebagai persepsi. Persepsi dari stimulus tidak langsung
seperti penerimaan stimulus, karena persepsi dipengaruhi status mental,
pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan banyak faktor lain.
Informasi yang dipersepsi
seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer kekomponen kedua dari sistem
memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka pendek adalah sistem
penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu
cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek adalah memikirkan
tentang informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali. Guru mengalokasikan
waktu untuk pengulangan selama mengajar.
Memori jangka panjang merupakan
bagian dari sistem memori tempat menyimpan informasi untuk periode panjang.
Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000: 181) membagi memori jangka panjang menjadi
tiga bagian, yaitu memori episodik, yaitu bagian memori jangka panjang yang
menyimpan gambaran dari pengalaman-pangalaman pribadi kita, memori semantik,
yaitu suatu bagian dari memori jangka panjang yang menyimpan fakta dan
pengetahuan umum, dan memori prosedural adalah memori yang menyimpan informasi
tentang bagaimana melakukan sesuatu.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana
suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan dan dimunculkan
kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan
sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh para pakar seperti Biehler
dan Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut
umumnya berpijak pada tiga asumsi (Lusiana, 1992) yaitu:
- Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
- Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
- Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
- Dari ketiga asumsi tersebut,dikembangkan teori tentang komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses control). Kompenen pemrosesan dipilih menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya”lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah
1. Sensory receptor
2. Working memory
3. Long tern memory
Sedangkan
proses control diasumsikan sebgai strategi yang tersimpan didalam ingatan dan
dapat dipergunakan setiap saat di perlukan.
- Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini
adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan
dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut
Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
1) Motivasi
2) Pemahaman
3) Pemerolehan
4) Penyimpanan
5) Ingatan kembali
6) Generalisasi
7) Perlakuan
8) Umpan balik
- Tinjauan
Pendekatan Teori Pemrosesan Informasi
Teori kognisi menjelaskan tentang
bagaimana proses mengetahui terjadi pada manusia. Ada beberapa model yang
digunakan untuk menjelaskan proses mengetahui pada manusia. Model pemrosesan
informasi membahas tentang peran operasi-operasi kognitif dalam pengolahan
informasi (Hetherington & Parke, 1986). Dalam model ini manusia dipandang
sebagai labor yang memodifikasi informasi sendiri secara aktif dan terorganisir.
Perkembangan seseorang dalam pemrosesan informasi berkaitan dengan
perubahan-perubahan kuantitatif dan kualitatif dalam aspek ini serta
pengaruh-pengaruh genetis dan lingkungan. Inti dari perkembangan dalam
pemrosesan informasi adalah terbentuknya labor pada diri seseorang yang semakin
efisien untuk mengontrol aliran informasi (Miller, 1993).
Saat ini ada dua model yang dapat
digunakan untuk menjelaskan teori pemrosesan informasi, yaitu model penyimpanan
(store/structure model) dan model tingkat pemrosesan (level of processing).
Model penyimpanan dikembangkan oleh Atkinson & Shiffrin (dalam Miller,
1993), sedangkan model tingkat pemrosesan dikembangkan oleh Craik dan Lockhart
(dalam Miller, 1993). Dalam model pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Atkinson
& Shiffrin, kognisi manusia dikonsepkan sebagai suatu labor yang terdiri
dari tiga bagian, yaitu masukan (input), proses dan keluaran (output).
Informasi dari dunia sekitar merupakan masukan bagi labor. Stimulasi dari dunia
sekitar ini memasuki reseptor memori dalam bentuk penglihatan, suara, rasa, dan
sebagainya. Selanjutnya, input diproses dalam otak. Otak mengolah dan
mentransformasikan informasi dalam berbagai cara. Proses ini meliputi
pengkodean ke dalam bentuk-bentuk simbolis, membandingkan dengan informasi yang
telah diketahui sebelumnya, menyimpan dalam memori, dan mengambilnya bila
diperlukan. Akhir dari proses ini adalah keluaran, yaitu perilaku manusia,
seperti berbicara, menulis, interaksi labor, dan sebagainya (Vasta, dkk.,
1992).
Secara rinci, Pressley, (1990)
memaparkan pemrosesan informasi sebagai berikut : Pertama-tama, manusia
menangkap informasi dari lingkungan melalui organ-organ sensorisnya (yaitu
mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Beberapa informasi disaring (diabaikan)
pada tingkat sensoris, kemudian sisanya dimasukkan ke dalam ingatan jangka
pendek (kesadaran). Ingatan jangka pendek mempunyai kapasitas pemeliharaan
informasi yang terbatas sehingga kandungannya harus diproses sedemikian rupa
(misalnya dengan pengulangan atau pelatihan), jika tidak akan lenyap dengan
cepat. Bila diproses, informasi dari ingatan jangka pendek (short-term memory)
dapat ditransfer ke dalam ingatan jangka panjang (long-term memory). Ingatan
jangka panjang (Long-Term Memory) merupakan hal penting dalam proses belajar.
Menurut Anderson (dalam Pressley, 1990), tempat penyimpanan jangka panjang
mengandung informasi labora (disebut pengetahuan deklaratif) dan informasi
mengenai bagaimana cara mengerjakan sesuatu (disebut pengetahuan laborativ).
Menurut pandangan model pemrosesan
informasi yang dikembangkan oleh Atkinson & Shiffrin, sejak kecil seorang
anak mengembangkan fungsi labora dalam mengolah informasi dari lingkungannya.
Menurut Hetherington & Parke (1986), pada usia antara 3 hingga 12 tahun,
fungsi labora seseorang menunjukkan perkembangan yang pesat. Fungsi tersebut
mencakup pengaturan informasi yang diperlukan, termasuk memilih strategi yang
digunakan dan memonitor keberhasilan penggunaan strategi tersebut. Dalam
pandangan model ini, anak merupakan pengatur yang aktif dari fungsi-fungsi
kognitifnya sendiri. Oleh karena itu, dalam menghadapi suatu masalah, anak
memilih masalah yang akan diselesaikannya, memutuskan besar usaha yang akan
dilakukannya, memilih strategi yang akan digunakannya, menghindari hal-hal yang
mengganggu usahanya, serta mengevaluasi kualitas hasil usahanya.
Model pemrosesan informasi berasumsi bahwa anak-anak mempunyai kemampuan yang lebih terbatas dan berbeda laborativ orang dewasa. Anak-anak tidak dapat menyerap banyak informasi, kurang sistematis dalam hal informasi apa yang diserap, tidak mempunyai banyak strategi untuk mengatasi masalah, tidak mempunyai banyak pengetahuan mengenai dunia yang diperlukan untuk memahami masalah, dan kurang mampu memonitor kerja proses kognitifnya (Hetherington & Parke, 1986).
Model pemrosesan informasi berasumsi bahwa anak-anak mempunyai kemampuan yang lebih terbatas dan berbeda laborativ orang dewasa. Anak-anak tidak dapat menyerap banyak informasi, kurang sistematis dalam hal informasi apa yang diserap, tidak mempunyai banyak strategi untuk mengatasi masalah, tidak mempunyai banyak pengetahuan mengenai dunia yang diperlukan untuk memahami masalah, dan kurang mampu memonitor kerja proses kognitifnya (Hetherington & Parke, 1986).
Mengingat perkembangan anak yang
optimal adalah tujuan para psikolog perkembangan, maka sangat relevan jika
individu-individu yang berkecimpung di bidang ini melakukan penelitian yang
tujuannya bermuara pada meningkatkan kemampuan pemrosesan informasi. Model
kedua yang dapat digunakan untuk menjelaskan teori pemrosesan informasi adalah
model tingkat pemrosesan (level of process-ing). Model tingkat pemrosesan yang
dikembangkan oleh Craik dan Lockhart ini memiliki prinsip dasar bahwa informasi
yang diterima diolah dengan tingkatan yang berbeda. Semakin dalam pengolahan
yang dilakukan, semakin baik informasi tersebut diingat. Pada tingkat
pengolahan pertama akan diperoleh persepsi, yang merupakan kesadaran seketika
akan lingkungan. Pada tingkat pengolahan berikutnya akan diperoleh gambaran
laborativ dari informasi. Pada tingkat pengolahan terdalam akan diperoleh makna
(meaning) dari informasi yang diterima (Craik dan Lockhart, dalam Morgan et
al., 1986).
Menurut model tingkat pemrosesan,
berbagai stimulus informasi diproses dalam berbagai tingkat kedalaman secara
bersamaan bergantung kepada karakternya. Semakin dalam suatu informasi diolah,
maka informasi tersebut akan semakin lama diingat. Sebagai contoh, informasi
yang mempunyai imaji visual yang kuat atau banyak berasosiasi dengan
pengetahuan yang telah ada akan diproses secara lebih dalam. Demikian juga
informasi yang sedang diamati akan lebih dalam diproses daripada stimuli atau
kejadian lain di luar pengamatan. Dengan kata lain, manusia akan lebih
mengingat hal-hal yang mempunyai arti bagi dirinya atau hal-hal yang menjadi
perhatiannya karena hal-hal tersebut diproses secara lebih mendalam daripada
stimuli yang tidak mempunyai arti atau tidak menjadi perhatiannya (Craik &
Lockhart, 2002).
Pengulangan (rehearsal) yang
memegang peranan penting dalam pendekatan model penyimpanan juga dianggap
penting dalam pendekatan model tingkat pemrosesan. Namun, menurut pandangan
model tingkat pemrosesan, hanya mengulang-ngulang saja tidak cukup untuk
mengingat. Untuk memperoleh tingkatan yang lebih dalam, aktivitas pengulangan
haruslah bersifat laborative. Dalam hal ini, pengulangan harus merupakan sebuah
proses pemberian makna meaning) dari informasi yang masuk. Istilah elaborasi
sendiri mengacu kepada sejauh mana informasi yang masuk diolah sehingga dapat
diikat atau diintegrasikan dengan informasi yang telah ada dalam ingatan (Craik
dan Lockhart, dalam Morgan et al., 1986).
Telah disebutkan bahwa prinsip
dasar model tingkat pemrosesan informasi adalah semakin besar upaya pemrosesan
informasi selama belajar, semakin dalam informasi tersebut akan disimpan dan
diingat. Prinsip ini telah banyak diaplikasikan dalam penyusunan setting
pengajaran verbal, seperti mengingat daftar kata, juga pengajaran membaca dan
bahasa (Cermak & Craik, dalam Craik & Lockhart, 2002).
Manfaat dan hambatan teori pemrosesan informasi
Manfaat teori pemrosesan informasi antara lain :
v Membantu terjadinya proses pembelajaran
sehungga individu mampu beradaptasi pada lingkungan yang selalu berubah
v Menjadikan strategi pembelajaran dengan
menggunakan cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
v Kapasilitas belajar dapat disajikan secara
lengkap
v Prinsip perbedaan individual terlayani.
- Hambatan teori pemrosesan informasi antara lain :
Ø Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal
Ø Proses
internal yang tidak dapat diamati secara langsung
Ø Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi-informsi yang telah
disimpan dalam ingatan
Ø Kemampuan otak tiap individu tidak sama.
Asumsi
yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran.
Berdasarkan temuan riset linguistik,
psikologi, antropologi dan ilmu komputer,
dikembangkan model berpikir. Pusat kajiannya
pada proses belajar dan menggambarkan cara
individu memanipulasi simbol dan memproses
informasi. Model belajar pemrosesan informasi Anita E. Woolfolk
(Parkay & Stanford, 1992) disajikan melalui skema yang dikutip berikut ini.
Model belajar pemrosesan informasi ini
sering pula disebut model kognitif information processing,
karena dalam proses belajar ini tersedia tiga taraf
struktural sistem informasi, yaitu:
1) Sensory
atau intake register: informasi masuk
ke sistem melalui sensory register, tetapi
hanya disimpan untuk periode waktu terbatas.
Agar tetap dalam sistem, informasi masuk ke
working memory yang digabungkan dengan informasi di long-term
memory.
2) Working
memory: pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di working
memory, dan di sini berlangsung berpikir
yang sadar. Kelemahan working memory sangat
terbatas kapasitas isinya dan memperhatikan
sejumlah kecil informasi secara serempak.
3) Long-term
memory, yang secara potensial tidak
terbatas kapasitas isinya sehingga mampu menampung seluruh
informasi yang sudah dimiliki peserta didik. Kelemahannya
adalah betapa sulit mengakses informasi yang
tersimpan di dalamnya.
Diasumsikan,
ketika individu belajar, di dalam dirinya
berlangsung proses kendali atau pemantau bekerjanya sistem
yang berupa prosedur strategi mengingat, untuk menyimpan
informasi ke dalam long-term memory
(materi memory atau ingatan) dan strategi umum pemecahan masalah
(materi kreativitas).
Pengetahuan yang
diproses dan dimaknai dalam memori kerja disimpan dalam memori jangka panjang
dalam bentuk skema-skema teratur secara hirarkis. Tahap pemahaman dalam
pemrosesan informasi dalam memori kerja berfokus pada bagaimana
pengetahuan baru dimodifikasi. Pemahaman berkenaan dan dipengaruhi oleh interpretasi
terhadap stimulus. Faktor stimulus adalah karakteristik dari elemen-elemen
desain pesan seperti ukuran, ilustrasi, teks, animasi, narasi, warna, musik,
serta video. Studi tentang bagaimana informasi
diidentifikasi, diproses, dimaknai, dan ditransfer dalam dan dari memori kerja
untuk disimpan dalam memori jangka panjang mengisyaratkan bahwa pendesainan
pesan merupakan salah satu topik utama dalam pendesainan multimedia
instruksional. Dalam konteks ini, desain pesan multimedia berkenaan dengan
penyeleksian, pengorganisasian, pengintegrasian elemen-elemen pesan untuk
menyampaikan sesuatu informasi. Penyampaian informasi bermultimedia yang
berhasil akan bergantung pada pengertian akan makna yang dilekatkan pada
stimulus elemen-elemen pesan tersebut.
Teori Pemeroses Informasi
Belajar
Asumsi yang mendasari teori ini adalah pembelajaran merupakan factor
yang sangat penting dalam perkembangan. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran
terjadi penerimaan informasi untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran
dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemeroses informasi terjadi
adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan eksternal individu kondisi
internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kongnitif yang terjadi dalam diri individngkau. Sedangkan
eksternal adalah rangsangan dari lngkungan yang mempengaruhi individu dalam
proses pembelajaran.
- KESIMPULAN
Dari
pembahasan makalah ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Manusia
mengalami perkembangan kognitif dari
sejak lahir sampai wafat.
2. Perkembangan
manusia didapat dari pengalaman individu dan social.
3. Seseorang
memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama
4. Manusia
berinteraksi sosial dengan perantara budaya langsung dalam komunikasi
interpersonal antar anak dan orang dewasa atau teman sebayanya. Melalui proses
ini perkembangan mental tingkat tinggi berkembang sejalan dengan perkembangan
budaya di sekitar anak.
5. Perkembangan
kongnitif dilakukan melalui serangkaian proses, yaitu proses asimilasi,
akomodasi, dan equilibirium
DAFTAR PUSTAKA
Desmita,
Dra. M.Si.2008. Psikologi Perkembangan.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Jamaris,
Martini. 2010. Orientasi Baru dalam
Psikologi Pendidikan. Yayasan Penamas Murni: Jakarta
Tri Harajaningrum Agnes, dkk. 2007 Pernan Orang Tua Dan Praktisis Dalam
Membantu Tumbuh Kembang Anak Berbuat Melalui Pemahaman Teori Dan Tren Pendidik Jilid
I. Jakarta: pernada media Group.
Yudhawati Ratna & Dany Haryanto. 2011 Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan Jilid I Jakarta: Prestasi Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar